Rabu, 05 September 2018
9:32:41 Wib
Dibaca : 2466 Kali
Siapakah Saya ?
GURU MENGILHAMI (1) Siapakah saya ?
Guru Mengilhami (1):
Siapakah Saya?
Guru tidak bisa tergantikan dalam dunia pendidikan. Secanggih apa pun teknologi, atau semaju apa pun zaman, keberadaan guru tetap diperlukan dalam pembelajaran. Keberadaan guru bagaikan air bagi kehidupan. Tanpa air, kehidupan akan gersang dan mati. Tanpa air, takkan ada tanda-tanda kehidupan. Tanpa keberadaan guru, pembelajaran tidak akan memiliki jiwa. Meskipun ahli pendidikan mengandalkan model belajar mandiri atau otodidak, hasilnya tetap kurang memuaskan dalam dimensi dunia pendidikan yang sebenarnya. Bangsa yang kuat tentu akan berupaya keras membidani kelahiran guru-guru yang hebat jika ingin membentuk pembangunan karakter bangsa yang mantap. Dunia tidak mungkin melahirkan guru robot-guru robot yang tak memiliki roh, kepribadian, atau kemanusiaan.
Memang, nama guru dinilai rentan. Ini dikarenakan profesi guru terlalu dimuliakan. Sebagai contoh, ada beberapa ungkapan ke arah tersebut. Pertama, guru pekerjaan yang mulia. Kedua, guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Ketiga, guru merupakan panutan masyarakat. Keempat, guru pahlawan tanpa tanda jasa. Ungkapan itu sebenarnya memberikan dampak negatif terhadap marwah profesi guru sebab melahirkan cemoohan. Guru bukanlah malaikat. Padahal, sejatinya, kemuliaan bukan semata terletak pada suatu profesi, tetapi juga pada individu. Kemuliaan suatu profesi akan terconteng oleh sifat-sifat individu yang tidak mendukung.
’’Kebebasan dan kemuliaan seseorang itu didukung oleh tiang-tiang yang sederhana sekali berupa cinta kepada keyakinannya sendiri, cinta kepada sesama makhluk, dan cinta kepada pekerjaannya sendiri’’ (Achdiat K. Miharja, dalam Kumpulan Cerpen Kenangan Tiang-Tiang Sederhana). Nama guru rentan sekali oleh hal-hal negatif. Ulah-ulah negatif beberapa oknum, bagaikan menghapus kepercayaan masyarakat terhadap kepribadian guru dalam menjalankan peranannya. Sekali lagi, guru tetap diperlukan karena alasan nilai manusiawi. Norma prikemanusiaan melalui guru-guru sejati tidak bisa diambil alih oleh mesin-mesin berteknologi tinggi.
Kalau ahli terdahulu mempertanyakan atau meremehkan makna sebuah nama, itu merupakan sesuatu tindakan keliru. Nama merupakan suatu perkataan yang penuh makna. Dalam rahim nama guru, mengandung makna yang tidak terhingga jika dijelaskan dengan berbagai pengertian. Memahami makna nama dengan mempertanyakan ’’siapakah saya?’’ memberikan implikasi dahsyat terhadap kemungkinan perubahan yang bakal terjadi. Sebagai guru sejati, memahami makna jatidiri guru akan memberikan dampak luas terhadap pembangunan kepribadian masa depan dunia pendidikan.
Sagala mengatakan bahwa guru adalah seseorang yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan, diberi tugas pokok mendidik dan mengajar dalam kerangka tanggung jawab sekolah dan pengembangan profesi, di samping tugas-tugas kenegaraan, kemanusiaan, juga kemasyarakatan (2006: 121). Djamarah menjelaskan, guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Selain itu, guru juga menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar memiliki kepribadian yang paripurna (2002). Fathurrohman dan Sutikno berpikiran, guru adalah manusia unik yang memiliki karakter sendiri-sendiri. Perbedaan karakter inilah yang akan menyebabkan situasi belajar yang diciptakan oleh setiap guru menjadi bervariasi (2007: 43). Ahmad Sabri mengungkapkan, guru merupakan pemegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atau dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (2005: 68). Selanjutnya, di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, tidak disebutkan secara khusus istilah ’’guru’’. UU tersebut menyebut guru dengan istilah pendidik. Menurut UU ini, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong pelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Siapakah saya? Siapakah guru? Berdasarkan secuil pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa guru adalah,
-
Pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu,
-
Pendidik dan pengajar yang bertanggung jawab terhadap individu, bangsa, dan negara,
-
Pentransfer ilmu,
-
Pembangun karakter siswa,
-
Pribadi yang berkarakter unik sehingga mempengaruhi pembelajaran,
-
Pemeran utama dalam proses belajar mengajar.
Terlepas dari penjelasan tentang guru menurut beberapa pakar di atas, berikut ini izinkan saya menerjemahkan guru dari sisi yang agak berbeda. Menurut saya, guru adalah pribadi yang mampu membuat siswanya terbang ke bulan, mendidik siswanya membaca daun, mengeja awan, menghitung bintang, mengkaji langit, menjelajah dunia, menyelami dalamnya lautan. Guru bukan merupakan jelmaan malaikat. Guru adalah sosok manusia yang memiliki keberanian bermimpi agar siswanya bisa berinteraksi dengan Tuhan dan diri sendiri. Guru bukanlah teladan dari kata-kata, tetapi dari kreativitas tingkah laku yang membangun jatidiri bangsa. Guru bukan juga pahlawan tanpa tanda jasa. Guru bukanlah pekerjaan yang tanpa pamrih. Yang terpenting, guru adalah pemberi inspirasi bagi kreativitas siswanya supaya bisa menjelajah ilmu dengan sayap kebenaran yang dibentangkannya.***
(Musa Ismail adalah ASN di Disdik Kabupaten Bengkalis, sastrawan Riau, penulis, dan dosen STAIN Bengkalis. Saat ini, beliau baru menulis 7 buku fiksi (cerpen dan novel) dan 1 buku esai sastra-budaya) serta beberapa kali menerima penghargaan nasional dan provinsi.
Guru Mengilhami (1):
Siapakah Saya?
Guru tidak bisa tergantikan dalam dunia pendidikan. Secanggih apa pun teknologi, atau semaju apa pun zaman, keberadaan guru tetap diperlukan dalam pembelajaran. Keberadaan guru bagaikan air bagi kehidupan. Tanpa air, kehidupan akan gersang dan mati. Tanpa air, takkan ada tanda-tanda kehidupan. Tanpa keberadaan guru, pembelajaran tidak akan memiliki jiwa. Meskipun ahli pendidikan mengandalkan model belajar mandiri atau otodidak, hasilnya tetap kurang memuaskan dalam dimensi dunia pendidikan yang sebenarnya. Bangsa yang kuat tentu akan berupaya keras membidani kelahiran guru-guru yang hebat jika ingin membentuk pembangunan karakter bangsa yang mantap. Dunia tidak mungkin melahirkan guru robot-guru robot yang tak memiliki roh, kepribadian, atau kemanusiaan.
Memang, nama guru dinilai rentan. Ini dikarenakan profesi guru terlalu dimuliakan. Sebagai contoh, ada beberapa ungkapan ke arah tersebut. Pertama, guru pekerjaan yang mulia. Kedua, guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Ketiga, guru merupakan panutan masyarakat. Keempat, guru pahlawan tanpa tanda jasa. Ungkapan itu sebenarnya memberikan dampak negatif terhadap marwah profesi guru sebab melahirkan cemoohan. Guru bukanlah malaikat. Padahal, sejatinya, kemuliaan bukan semata terletak pada suatu profesi, tetapi juga pada individu. Kemuliaan suatu profesi akan terconteng oleh sifat-sifat individu yang tidak mendukung.
’’Kebebasan dan kemuliaan seseorang itu didukung oleh tiang-tiang yang sederhana sekali berupa cinta kepada keyakinannya sendiri, cinta kepada sesama makhluk, dan cinta kepada pekerjaannya sendiri’’ (Achdiat K. Miharja, dalam Kumpulan Cerpen Kenangan Tiang-Tiang Sederhana). Nama guru rentan sekali oleh hal-hal negatif. Ulah-ulah negatif beberapa oknum, bagaikan menghapus kepercayaan masyarakat terhadap kepribadian guru dalam menjalankan peranannya. Sekali lagi, guru tetap diperlukan karena alasan nilai manusiawi. Norma prikemanusiaan melalui guru-guru sejati tidak bisa diambil alih oleh mesin-mesin berteknologi tinggi.
Kalau ahli terdahulu mempertanyakan atau meremehkan makna sebuah nama, itu merupakan sesuatu tindakan keliru. Nama merupakan suatu perkataan yang penuh makna. Dalam rahim nama guru, mengandung makna yang tidak terhingga jika dijelaskan dengan berbagai pengertian. Memahami makna nama dengan mempertanyakan ’’siapakah saya?’’ memberikan implikasi dahsyat terhadap kemungkinan perubahan yang bakal terjadi. Sebagai guru sejati, memahami makna jatidiri guru akan memberikan dampak luas terhadap pembangunan kepribadian masa depan dunia pendidikan.
Sagala mengatakan bahwa guru adalah seseorang yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan, diberi tugas pokok mendidik dan mengajar dalam kerangka tanggung jawab sekolah dan pengembangan profesi, di samping tugas-tugas kenegaraan, kemanusiaan, juga kemasyarakatan (2006: 121). Djamarah menjelaskan, guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Selain itu, guru juga menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar memiliki kepribadian yang paripurna (2002). Fathurrohman dan Sutikno berpikiran, guru adalah manusia unik yang memiliki karakter sendiri-sendiri. Perbedaan karakter inilah yang akan menyebabkan situasi belajar yang diciptakan oleh setiap guru menjadi bervariasi (2007: 43). Ahmad Sabri mengungkapkan, guru merupakan pemegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atau dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (2005: 68). Selanjutnya, di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, tidak disebutkan secara khusus istilah ’’guru’’. UU tersebut menyebut guru dengan istilah pendidik. Menurut UU ini, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong pelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Siapakah saya? Siapakah guru? Berdasarkan secuil pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa guru adalah,
- Pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu,
- Pendidik dan pengajar yang bertanggung jawab terhadap individu, bangsa, dan negara,
- Pentransfer ilmu,
- Pembangun karakter siswa,
- Pribadi yang berkarakter unik sehingga mempengaruhi pembelajaran,
- Pemeran utama dalam proses belajar mengajar.
Terlepas dari penjelasan tentang guru menurut beberapa pakar di atas, berikut ini izinkan saya menerjemahkan guru dari sisi yang agak berbeda. Menurut saya, guru adalah pribadi yang mampu membuat siswanya terbang ke bulan, mendidik siswanya membaca daun, mengeja awan, menghitung bintang, mengkaji langit, menjelajah dunia, menyelami dalamnya lautan. Guru bukan merupakan jelmaan malaikat. Guru adalah sosok manusia yang memiliki keberanian bermimpi agar siswanya bisa berinteraksi dengan Tuhan dan diri sendiri. Guru bukanlah teladan dari kata-kata, tetapi dari kreativitas tingkah laku yang membangun jatidiri bangsa. Guru bukan juga pahlawan tanpa tanda jasa. Guru bukanlah pekerjaan yang tanpa pamrih. Yang terpenting, guru adalah pemberi inspirasi bagi kreativitas siswanya supaya bisa menjelajah ilmu dengan sayap kebenaran yang dibentangkannya.***
(Musa Ismail adalah ASN di Disdik Kabupaten Bengkalis, sastrawan Riau, penulis, dan dosen STAIN Bengkalis. Saat ini, beliau baru menulis 7 buku fiksi (cerpen dan novel) dan 1 buku esai sastra-budaya) serta beberapa kali menerima penghargaan nasional dan provinsi.
Tulis Komentar